Banyak sekali teori-teori yang telah dikemukakan oleh john dewey selama hidupnya. Beranjak dari pengalaman hidup yang tergolong cukup susah untuk sampai pada titik dimana ia berada sebagai seseorang yang tidak lagi dipandang rendah oleh dunia. Selain teori-teori tersebut dengan salah satunya yang cukup terkenal adalah mengenai teoru pendidikan, bagaimanakah seorang john dewey dapat menyikapi permasalahan hidup dan kerumitan dalam memecahkan masalah yang dihadapinya secara pribadi? Yang kemudian berelasi juga pastinya dengan masalah yang terjadi dalam masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, Dewey sangat tertarik pada filsafat pragmatisme, dalam hal ini dewey belajara dari Charles Sanders Pierce (1839-1914) dan yang pada akhirnya dipopulerkan oleh William James (1842-1910). Konsep prangmatisme menekankan bahwa, “… makna segala sesuatu tergantung dari hubungannya dengan apa yang dapat dilakukan,” dengan mengacu pada instrumentalis (hidup tidak memiliki tujuan akhir, tetapi tujuan antara dan sementara) dan eksperimentalis (perlunya metode eksperimen dan pengalaman dalam menentukan kebenaran). Sebagai contoh, sesuatu hal atau benda misalnya saja pulpen, makna dari pulpen itu sendiri alat tulis dimana ia dapat dipakai untuk menulis, dalam hal ini dipakai merupakan sesuatu yang dapat dilakukan oleh si pulpen entah itu menggunakan bantuan ataupun tidak dari sesuatu diluar benda yang bersangkutan. Untuk itu, setiap individu bertanggung jawab untuk terlibat dalam tugas yang berkesinambungan dalam membangun kembali dunianya.
Penjelasan mengenai hal diatas menjadi sebuah pemahaman yang tergambar jelas dalam konsep yang Dewey miliki selama ini. Menurutnya, “Filsafat harus berpijak pada pengalaman (experience) dan menyelidiki serta mengolah pengalaman itu secara kritis-aktif. Sebab pemikiran kita berpangkal dari pengalaman-pengalaman dan bergerak kembali menuju ke pengalaman-pengalaman.” Misalnya saja, suatu ketika saya bertemu seorang teman dalam perjalanan pulang kerumah, teman tersebut menceritakan bahwa ia baru saja menikmati sebuah hidangan ice cream di salah satu café bersama beberapa orang temannya yang lain, dan menceritakan gambaran yang sangat jelas mengenai betapa enak dan lezatnya ice cream tersebut dan pada penutup ia tak lupa menyarankan saya untuk juga pergi berkunjung dan menikmati ice cream tersebut. Nah, untuk membuktikan bahwa menurut saya apa yang diceritakan adalah benar makan pada suatu kesempatan saya pergi ke café tersebut dan menikmati ice cream yang diceritakan kepada saya, maka saya akan “memanggil” pengalaman pertama saya “menikmati” ice cream melalui penggambaran yang teman saya lakukan untuk membuat perbadingan pada pengalaman saya secara nyata kali ini. Kemudian saya kan memberikan kesimpulan bahwa ice cream itu benar-benar persis seperti yang teman saya ceritakan ataukah sebaliknya. Maka sejak saat itu saya akan terus mempunyai pemikiran yang sama sesuai dengan kesimpulan yang saya tarik pada saat itu. Nah, mungkin ilustrasi diatas dapat memberikan penjelasan sederhana bagaimana john dewey memandang bahwa pemikiran kita bergerak dari pengalaman bergerak untuk kembali menuju pengalaman.
Dengan demikian, pengalaman dan metode menjadi penekanan khusus bagi Dewey sebagai dua unsur yang berperan penting dalam pembentukan manusia untuk menemukan kebenaran dan mengalami pertumbuhan. Pengalaman menjadi unsur tertinggi dalam kehidupan manusia untuk menentukan kebenaran sedangkan metode digunakan untuk mencapai kebenaran yang terdapat dalam pengalaman itu sendiri. Pengalaman sendiri merupakan hal yang tidak mutlak dan dapat berubah, maka kebenaran pun tidak mutlak dan dapat berubah. Inilah yang menyebabkan dewey berpikir bahwa hidup bukanlah tujuan akhir, tetapi tujuan sementara, karena pengalaman yang dialami seseorang dalam hidupnya adalah tidak tetap, tidak mutlak, dan dapat berubah dimanapun dan kapanpun seiring berjalannya waktu.
Berdasarkan pernyataan john dewey menegnai kebenaran dan apa yang ia percaya menganai asal dari benerana itu, kita dapat melihat bahwa kebenaran itu bersifat relative. Dalam artian bahwa kebenaran itu ada dalam pandangan masing-masing individu dan tidak dapat dibantah sebab hal itu berlaku mutlak bagi setiap oran g yang percaya akan kebenaran yang dia peroleh dari pengalama itu sendiri. Sebagai conth, ketika saya mencoba ice cream dan menarik kesimpulan bhw ice cream yang saya makan memang benar adalah hidangan ice cream yang enak maka kebenaran bahwa ice cream itu enak dalam pandangan saya adalah mutlak benar. Tetapi hal itu dapat terjadi kebalikan bagi orang lain yang tidak menyukai ice cream. Tetapi keduanya merupakan kebenaran bagi masing-masing.
Dalam hal ini jelas bertentangan dengan apa yang kita sebagai orang kristen percayai. Seperti yang ditulis didalam Yohanes 17:
17 “Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran.” Berdasarkan bunyi firman tersebut, terbukti dengan jelas bahwa ada kebenaran yang sejati bukan hanya kebenaran relatives yang berdasarkan pengalaman pribadi, dan kebenaran sejati itu adalah Firman Allah, inilah yang kita sebut sebagai kebenaran mutlak. Semua yang ada dibumi ini yang bertentangan dengan Firman Allah, bukanlah sebuah sebuah kebenaran, semua kebenaran harus berdasarkan Firman Allah. Jadi, dalam menentukan kebenaran tidak dapat bersumber dari eksperimen kita saja, namun dari apa yang kita percayai yang sudah tertulis di dalam Firman Allah, inilah yang namanya kebenaran.
Selain itu, John Dewey juga menyinggung tentang tujuan hidup manusia berdasarkan apa yang ia percayai yaitu manusia tidak mempunyai tujuan akhir tetapi tujuan yang bersifat antara dan sementara. Padahal tujuan akhir dari hidup orang percaya sudah pasti dan bersifat kekal, yaitu untuk hidup untuk Allah. Tujuan hidup ini bukan hanya saat manusia berada di bumi saja, namun setelah kehidupan di bumi inipun tujuan semua anak-anak-Nya tetap hidup untuk Allah seperti yang tertulis dalam Kolose 1:16 “karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia” Dari ayat ini telah jelas bahwa Allah menciptakan semua ciptaan-Nya (semua yang ada di dunia ini) untuk Dia. Tujuan hidup ini lebih besar dari pada sekadar
Jadi, kita telah melihat ada beberapa pandangan dari john dewey yang cukup keliru jika dipandang dari sudut pandang Kristen. Walaupun teori-teori dari John Dewey banyak dipakai dalam biddang pendidikan, namun kita harus bisa berpegang teguh pada kebenaran yang sejati, yaitu Firman Allah.